Minggu, 12 April 2020

Kisah Nabi Ismail AS: Kepatuhan Tanpa Syarat

Wawan Setiawan Tirta
Nabi Ismail as dalam kisah ini akan menceritakan tentang kepatuhan beliau menjalankan perintah Allah Swt. Dalam Islam, Nabi Ismail as adalah nabi urutan kedelapan yang wajib diyakini. Nabi Ismail as adalah anak dari Nabi Ibrahim as. Beliau dilahirkan dari istri kedua Nabi Ibrahim yang bernama Siti Hajar. Istri pertama Nabi Ibrahim yang bernama Siti Sarah-lah yang memberi saran kepada Nabi Ibrahim untuk menikah lagi agar mendapatkan keturunan. Sudah bertahun-tahun, Nabi Ibrahim tidak kunjung diberikan keturunan, padahal umurnya sudah cukup tua. Beliau ingin memiliki seorang anak untuk dirawat dan diberi kasih sayang. Maka, atas izin Allah Swt., Nabi Ismail pun lahir dari rahim istri kedua Nabi Ibrahim, Siti Hajar. Nabi Ibrahim pun sangat gembira atas kelahiran anak laki-lakinya tersebut. Nabi Ibrahim sangat bahagia dengan kelahiran Ismail yang kelak akan menjadi Nabi Allah.

Meski demikian, Allah menguji keimanan Nabi Ibrahim dengan memerintahkannya mengajak Siti Hajar beserta Ismail ke sebuah tempat yang tandus bernama Mekah. Ketiganya pun berangkat meninggalkan Siti Sarah di Syam. Sesampainya di Mekah, Nabi Ibrahim meninggalkan Siti Hajar dan Nabi Ismail sendirian sesuai dengan perintah Allah Swt.. Siti Hajar meraih tangan Nabi Ibrahim dan meminta agar ia tidak ditinggalkan sendirian bersama Nabi Ismail di lembah yang tandus tersebut. Namun, Nabi Ibrahim memberi pengertian kepada Siti Sarah bahwa semua itu adalah perintah dari Allah. Mendengar jawaban tersebut, Siti Hajar pun tunduk dan bersabar. Setelah itu, Nabi Ibrahim pergi meninggalkan Siti Hajar dan Ismail di lembah bernama Mekah tersebut dengan perbekalan seadanya.

Nabi Ismail as. dan Air Zam-zam

Lembah itu sungguh sunyi. Tidak ada manusia atau seekor binatang pun di sana. Tidak juga ada tumbuh-tumbuhan atau air yang mengalir. Kondisi itu membuat Siti Hajar sangat khawatir dengan keadaan Ismail yang masih menyusui. Saat perbekalan mereka habis, Ismail mulai menangis kehausan. Siti Hajar pun mendaki Bukit Safa untuk mencari air, tetapi ia tidak berhasil menemukannya. Kemudian, ia berlari dan mendaki bukit Iainnya, yaitu Bukit Marwah, tapi tetap tidak menemukan apa-apa. Pada saat di Bukit Marwah ia seperti mendengar suara manusia dari arah Bukit Safa. la pun segera mendaki kembali ke sana, ternyata tidak ada siapa-siapa. Ketika ada di atas Bukit Safa, ia seperti melihat mata air dari arah Bukit Marwah, ia pun kembali berlari ke sana, tetapi lagi-lagi tidak berhasil menemukan apa-apa. Tangisan Ismail semakin kencang dan menyayat hati Siti Hajar.

Tanpa sadar, Siti Hajar sudah bolak balik antara bukit Safa dan Marwah sebanyak tujuh kali hanya untuk mencari air dan pertolongan. Akhirnya, ia kelelahan. Air susunya sudah habis karena tubuhnya memang kehausan. Ismail terus menangis meminta minum. Pada saat itulah, muncul malaikat Jibril yang mengatakan kepada Siti Hajar kalau Allah akan menjaga keduanya. Dengan izin Allah, malaikat Jibril mengentakkan kakinya di sebuah ternpat, lalu keluarlah air yang sangat banyak. Air yang begitu jernih dan segar itu keluar terus-menerus tanpa henti membanjiri tempat di sekitarnya. Malaikat Jibril berkata "Zam-zam" yang artinya, "berkumpullah". Air yang melimpah tersebut berkumpul menjadi mata air yang sekarang dikenal sebagai mata air zam-zam.

Siti Hajar segera meminum air zam-zam, lalu membasuh wajah Ismail dengan air tersebut. Zam-zam adalah air ajaib, ia tidak hanya menghilangkan dahaga, tetapi juga mengenyangkan perut sehingga air susu Siti Hajar terisi kembali. Lalu, Ismail mulai meminum kembali air susu ibunya. Keberadaan air zam-zam membuat burung-burung di padang pasir beterbangan di atasnya. Peristiwa ini dilihat oleh sekumpulan orang dari suku Jurhum yang sedang melintas. Mereka pun mendatangi mata air itu dan bertemu Siti Hajar. Mereka meminta izin untuk diperbolehkan menetap di tempat tersebut. Siti Hajar mengabulkannya, lalu sejak saat itu, tempat bernama Mekah mulai ramai dihuni orang.

Setelah sekian lama, Nabi Ibrahim kembali ke Mekah untuk menjenguk anak dan istrinya yang ia tinggalkan sendirian. Nabi Ibrahim sangat terkejut karena Mekah berubah menjadi tempat yang ramai dan subur. la pun tinggal bersama Siti Hajar dan Ismail di tempat itu bersama para penduduk yang lain.

Kepatuhan Nabi Ismail as kepada Bapaknya

 dalam kisah ini akan menceritakan tentang kepatuhan beliau menjalankan perintah Allah Swt Kisah Nabi Ismail AS: Kepatuhan Tanpa Syarat
Ilustrasi
Nabi Ismail as tumbuh menjadi anak yang sangat patuh dan berbakti kepada orangtuanya. Dia adalah anak laki-laki yang juga memiliki keimanan kuat kepada Allah seperti halnya ayahnya. Nabi Ibrahim sangat menyayangi Nabi Ismail. Pada suatu hari, Allah memberi ujian yang sangat berat kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih Nabi Ismail. Dengan penuh kesedihan, Nabi Ibrahim menyampaikan hal tersebut kepada Nabi Ismail. Namun, bukannya menentang, Nabi Ismail malah mendukung sepenuhnya perintah Allah Swt. Nabi Ismail meminta ayahnya segera melakukan penyembelihan itu. la berserah diri kepada Allah dan berharap menjadi bagian dari kelompok orang-orang yang bersabar.

Sungguh kasihan Nabi Ibrahim. la sudah menunggu sekian lama untuk mendapatkan keturunan di usia tuanya. Ketika mendapatkan anak laki-laki yang sangat ia sayangi, Allah memerintahkan untuk menyembelihnya. Namun, sebagai seorang nabi, ia tidak pernah ragu untuk menjalankan perintah Allah Swt.. Begitu juga Nabi Ismail yang begitu sabar dan ikhlas menerima perintah tersebut.

Akhirnya, kedua laki-laki luar biasa ini berangkat mencari sebuah tempat yang nyaman untuk melakukan penyembelihan. Nabi Ismail dibaringkan di atas batu yang rata dan halus. Wajahnya ditutupi kain agar Nabi Ibrahim tidak melihat wajah anak yang begitu disayanginya itu saat disembelih. Tepat ketika pisau hampir sampai ke leher Nabi Ismail, malaikat fibril segera mengganti Nabi Ismail dengan seekor domba yang gemuk dan sehat. Nabi Ibrahim pun akhirnya menyembelih domba tersebut.

Peristiwa inilah yang mengawali perintah penyembelihan hewan kurban setiap hari raya Idul Adha. Hal itu untuk mengenang kesabaran dan keteguhan iman dari Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail saat menjalankan perintah Allah Swt.

Nabi Ismail as. dan Istrinya

Nabi Ibrahim As kembali mengunjungi Mekah setelah Nabi Ismail AS mempunyai istri dan Hajar telah meninggal dunia. Akan tetapi, pada saat itu, beliau tidak mendapatkan putranya. Beliau hanya bertemu istrinya. Nabi Ibrahim as menanyakan perihal putranya, Ismail, kepada istrinya.

"Dia sedang pergi mencari nafkah untuk kami," jawab istrinya. Kemudian, Nabi Ibrahim AS menanyakan ihwal penghidupan dan kesejahteraannya. Istri Nabi Ismail AS berkata, "Kami dalam kondisi yang buruk. Kami hidup dalam kesempitan dan kemiskinan." Sang istri mengadu kepada Nabi Ibrahim AS. Nabi Ibrahim AS berkata, "Apabila suamimu datang, sampaikan salamku kepadanya. Sampaikan pesan, bahwa dia harus mengubah ambang pintunya."

Setelah Nabi Ismail AS datang, beliau bertanya kepada istrinya, "Apakah tadi ada orang yang datang?" Sang istri menjawab, "Benar. Tadi ada orangtua datang ke sini. Dia bertanya kepadaku ihwal engkau. Aku pun menceritakan-nya. Dan dia bertanya tentang ihwal kehidupan kita. Akupun bercerita bahwa kita hidup dalam kemiskinan dan kesusahan."

Nabi Ismail AS bertanya, "Apakah dia berpesan sesuatu kepadamu.” Istrinya menjawab, "Benar. Dia menyuruhku menyampaikan salamnya kepadamu dan menyuruh engkau untuk mengubah ambang pintu rumahmu."

Nabi Ismail AS berkata, "Dia adalah bapakku. Dia menyuruhku menceraikanmu. Maka kembalilah kamu kepada keluargamu." Nabi Ismail AS kemudian menceraikannya dan beliau mengawini wanita lain dari suku Jurhum.

Nabi Ibrahim AS meninggalkan mereka selama beberapa waktu. Kemudian, dia menjumpainya lagi. Kali ini, beliau juga tidak bertemu dengan Nabi Ismail AS. Dia masuk ke rumah istrinya dan menanyakan ihwal putranya. Sang istri berkata, "Dia sedang pergi mencari nafkah untuk kami."
Nabi Ibrahim AS bertanya, "Bagaimana keadaan penghidupan dan kondisi kalian?"
Sang istri menjawab, "Alhamdulillah. Kami baik-baik saja dan berkecukupan," kata sang istri.
Nabi Ibrahim AS bertanya, "Apa yang kalian makan?" "Daging," jawab sang istri. Nabi Ibrahim AS bertanya lagi, "Apa yang kalian minum?" "Air," jawab istri Nabi Ismail

Ismail dan istri keduanya akhirnya melahirkan banyak keturunan, dan anak-anak Nabi Ismail menjadi pemimpin bagi kaumnya. Sedangkan Ismail sendiri akhirnya diperintah Ilahi untuk menyebarkan risalah ke Yaman dan 'Amaliq sampai tua. Melalui perkawinan kedua ini merupakan awal silsilah kelahiran atau asal muasal orang tua dari Nabi Muhammad SAW.

Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim Membangun Ka'bah

Pada kesempatan berikutnya, Nabi Ibrahim kembali datang menemui Nabi Ismail as. Nabi Ibrahim mendapat Nabi Ismail as sedang meruncingkan anak panah di samping sumur Zam-zam. Melihat sang bapak, Nabi Ismail as. langsung memeluk bahagia, melepas rindu akibat lama tak sua. Kepada Ismail, Nabi Ibrahim menceritakan perintah Tuhan, untuk membangun rumah peribadatan, yang disebut Ka'bah Baitullah. Sang bapak menunjukkan letaknya sesuai petunjuk Tuhan, lantas sang anak menyatakan agar perintah Tuhan segera dilaksanakan. Singkat kata, Ibrahim dan Ismail lantas bahu-membahu membangun Ka'bah Baitullah. Ibrahim memasang, menyusun, dan melekatkan antarbatu, sedangkan Ismail mencarikan dan membawakan batu kepada ayahnya.

Suatu kali, Nabi Ibrahim berkata kepada anaknya, "Bawakan untukku sebongkah batu terbaik untuk kuletakkan di sudut, sehingga menjadi tanda bagi manusia." Kala itulah Malaikat Jibril menunjukkan batu hitam, yang kini disebut dengan Hajar Aswad yang artinya memang batu hitam. Di tempat itulah, tanda awal dan akhir dari Thawaf dilakukan. Ketika bangunan itu telah tinggi, Nabi Ibrahim AS. tak mampu menjangkau lagi. Maka berdirilah ia di atas sebuah batu, sebagai ancik-ancik alias landasan berdiri, sehingga di kemudian hari dikenal dengan maqom (tempat berdiri) Nabi Ibrahim. Ancik-ancik ini tentu dipindah-pindah, memutari bangunan Ka'bah, sampai selesai.

Sebagai ancik-ancik tentu kala itu terletak agak menempel alias tepat di samping Ka'bah. Barulah pada masa Umar bin Khattab menjadi khalifah maqam Ibrahim digeser sedikit dari Ka'bah guna memudahkan orang melakukan salat. Setelah kerja bakti anak bapak dituntaskan, Nabi Ibrahim lantas berdoa menengadahkan tangan, "Wahai Tuhan, jadikan negeri ini sentosa dan aman, limpahi rizqi kepada penduduknya dengan buah-buahan, jadikan penghuninya sebagai kaum yang beriman kepada Allah dan hari pembalasan." Doa kesayangan Tuhan (baca: Khalilullah) itu dikabulkan, sehingga Ka'bah menjadi pusat arah kiblat, tempat i'tikaf dan wakaf bagi umat manusia sampai akhir masa.
Baca Juga:
Demikianlah uraian tentang Kisah Nabi Ismail AS: Kepatuhan Tanpa Syarat, semoga bermanfaat.